Sabtu, 11 April 2009

Pengawasan dan Supervisi Pendidikan

PENGAWASAN DAN SUPERVISI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Pengawasan (pengendalian) atau controlling adalah bagian terakhir dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan itu sendiri. Kasus-kasus yang banyak terjadi dalam suatu organisasi adalah akibat masih lemahnya pengendalian sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan.[1]
Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini jarang terjadi. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai.[2] Pengawasan sebagai tugas disebut supervisi pendidikan. Sebagai pemahaman lanjut dari istilah tersebut, makalah ini mencoba memaparkan hal-hal terkait dengan pengawasan dan supervisi pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Pengawasan ialah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. [3]
Menurut Murdick sebagaimana dikutip oleh Nanang dikatakan bahwa pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdiri dari tiga tahap; pertama, menetapkan standar pelaksanaan; kedua, pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan ketiga, menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.[4]
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan. Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.[5]
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya. Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan: pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.[6]
Pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dan keterbukaan. Pengawasan pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan atau penyimpangan antara pelaksanaan dengan perencanaannya. Dalam makna ini pengawasan juga berarti mengarahkan atau mengoordinasi antar kegiatan agar pemborosan sumber daya dapat dihindari.[7]
2. Standar Pengawasan
Dari pengertian tentang pengawasan di atas, proses pengawasan terdiri atas tiga tahap:[8]
a. Menetapkan standar-standar pelaksanaan pekerjaan
Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang terdapat dalam suatu suatu organisasi. Standar adalah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard of performance) ialah suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi pelaksanaan yang terjadi apabila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.
Umumnya standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktivitas menyangkut kriteria; ongkos, waktu, kuantitas dan kualitas. Dengan mengadaptasi karya Koonts dan O. Donnel, Murdick mengemukakan lima ukuran kritis sebagai standar: fisik, ongkos, program, pendapatan, dan standar yang tak dapat diraba (intangible)[9].
b. Pengukuran hasil/pelaksanaan pekerjaan
Tahap kedua dari proses pengawasan adalah pengukuran hasil/pelaksanaan. Metode dan koreksinya dapat dilihat/dijelaskan klasifikasi fungsi-fungsi manajemen: (a) perencanaan: garis umpan balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali rencana mengubahtujuan atau mengubah standar, (b) pengorganisasian: memeriksa apakah struktur organisasi yang ada itu cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan apakah diperlukan penataan kembali orang-orang, (c) penataan staff: memperbaiki sistem seleksi, memperbaiki sistem latihan, dan menata kembali tugas-tugas, (d) pengarahan: mengembangkan kepemimpinan yang lebih baik, menngkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan yang sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan apakah kerjasama antara pimpinan dan anak buah berada dalam standar.
c. Mengoreksi Penyimpangan
Tindakan koreksi terhadap penyimpangan dapat dilaksanakan dengan cara meninjau kembali rencana (rolling plan), memodifikasi tujuan, merubah fungsi organisasi, mengklasifikasikan tugas, menambah staff atau memensiunkan karyawan.[10]
3. Lingkup Pengawasan
Pengawasan meliputi; (a) pemantauan, (b) penilaian, (c) pelaporan. Pemantauan dan penilaian di lingkungan pendidikan sering disebut Monev, yaitu singkatan dari Monitoring dan Evaluasi.[11]
4. Metode Pengawasan
Metode-metode pengawasan bisa dikelompokkan ke dalam dua bagian; pengawasan non-kuantitatif dan pengawasan kuantitatif.[12]
a. Pengawasan Non-kuantitatif
Pengawasan non-kuantitatif tidak melibatkan angka-angka dan dapat digunakan untuk mengawasi prestasi organisasi secara keseluruhan. Teknik-teknik yang sering digunakan adalah:
1) Pengamatan (pengendalian dengan observasi). Pengamatan ditujukan untuk mengendalikan kegiatan atau produk yang dapat diobservasi.
2) Inspeksi teratur dan langsung. Inspeksi teratur dilakukan secara periodic dengan mengamati kegiatan atau produk yang dapat diobservasi.
3) Laporan lisan dan tertulis. Laporan lisan dan tertulis dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat disertai dengan feed-back dari bawahan dengan relatif lebih cepat.
4) Evaluasi pelaksanaan.
5) Diskusi antara manajer dengan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan. Cara ini dapat menjadi alat pengendalian karena masalah yang mungkin ada dapat didiagnosis dan dipecahkan bersama.
6) Management by Exception (MBE). Dilakukan dengan memperhatikan perbedaan yang signifikan antara rencana dan realisasi. Teknik tersebut didasarkan pada prinsip pengecualian. Prinsip tersebut mengatakan bahwa bawahan mengerjakan semua kegiatan rutin, sementara manajer hanya mengerjakan kegiatan tidak rutin.[13]
b. Pengawasan Kuantitatif
Pengawasan kuantitatif melibatkan angka-angka untuk menilai suatu prestasi. Beberapa teknik yang dapat dipakai dalam pengawasan kuantitatif adalah:
1) Anggaran
2) Audit
3) Analisis break-even
4) Analisis rasio
5) Beberapa bagan dan teknik perencanaan seperti bagan Gant (Gant Chart), PERT (Program evaluation and Review Technique), dan CPM (Critical Path Method).[14]
5. Pengawasan yang Efektif
Beberapa kondisi kondisi yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pengawasan yang efektif:
a) Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan.
b) Standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan.
c) Pengawasan disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
d) Banyaknya pengawasan harus dibatasi.
e) Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya system pengawasan menunjukkan kapan, dan di mana tindakan korektif harus diambil.
f) Pengawasan mengacu pada tindakan perbaikan.
g) Pengawasan mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu; menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mencegah timbulnya masalah yang serupa.[15]



B. Supervisi Pendidikan
1. Pengertian
Supervisi adalah pekerjaan memberi bantuan.[16] Sedangkan ketika kata supervisi melekat pada kata pendidikan, makna yang yang dimilikinyapun sempit. Kimbal Wiles mengatakan bahwa supervisi adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar secara lebih baik.[17] Selanjutnya dalam buku yang sama ia memandang supervisi meliputi segenap aktivitas yang dirancang untuk mengembangkan pengajaran pada semua tingkatan organisasi sekolah.
Menurut Ben N. Haris dalam bukunya “Supervisory Behavior in Education”, memberikan batasan supervisi pendidikan sebagai berikut: What school personnel do with adults and things to maintain or change the school operation in ways that directly influence the teaching processes employed to promote pupil learning. Supervision is highly instruction related but not highly pupil related. Supervision is a major function of the school operation not a task or a specific job or a set of techniques. Supervision of instruction is directed to word both maintaining and improving – learning processes of the school.[18]

Secara sederhana diterjemahkan oleh Burhanuddin: Apa yang dilakukan oleh personil tertentu (di sekolah) yang ada hubungannya dengan orang-orang dewasa dan benda-benda untuk memelihara atau mengubah cara kerja sekolah yang punya pengaruh langsung terhadap proses pengajaran, yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Supervisi lebih banyak berkaitan dengan aspek pengajaran, dan tidak begitu erat hubungannya dengan siswa. Supervisi merupakan salah satu pokok sekolah, bukan tugas atau pekerjaan yang spesifik, dan bukan pula sebagai perangkat teknik-teknik. Supervisi pengajaran diarahkan untuk memelihara dan mengembangkan proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam Dictionary of Education, Carter V. Good memberikan batasan supervisi pendidikan adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam upaya memfair guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, seleksi, pertumbuhan jabatan, pengembangan guru-guru dan memperbaiki tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode dan evaluasi pengajaran.[19]
Menurut hemat penulis, supervisi adalah prosedur memberi pengarahan atau petunjuk dan mengadakan penilaian terhadap proses pengajaran. Oleh karena itu, perlu digarisbawahi adanya beberapa pokok pikiran tentang supervisi pendidikan, yakni: bahwa supervisi pendidikan pada hakekatnya merupakan segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran. Melalui kegiatan supervisi, segala faktor yang berpengaruh terhadap proses pengajaran dianalisis, dinilai dan ditentukan jalan pemecahannya sehingga proses belajar mengajar di sekolah/madrasah dapat berjaalan sesuai dengan yang diharapkan.
Istilah supervisi sebelum tahun 70an dikenal dengan istilah inspeksi. Dalam pelaksanaannya istilah “inspeksi” menggambarkan kegiatan seorang inspektur yang mengadakan pengawasan dengan tujuan untuk menentukan apakah instruksi yang ditetapkan sudah dilaksanakan. Bagi yang belum melaksanakan instruksi diberikan hukuman atau sanksi.
Lain halnya dengan istilah supervisi yang mengandung pengertian lebih demokratis. Dalam pelaksanaannya tidak hanya menemukan kesalahan-kesalahan bawahan saja, tetapi lebih diarahkan kepada kegiatan perbaikan dan pembinaan segenap aspek pendidikan. Di sekolah supervisor berusaha meneliti, menilai, memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik.
2. Tujuan dan Sasaran Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan memuat dua tujuan yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum supervisi pendidikan adalah untuk membantu mengembangkan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik.
Secara khusus atau lebih konkret supervisi memiliki tujuan di antaranya:
a. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
b. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar.
c. Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
d. Membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern.
e. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid.
f. Membantu guru dalam hal menilai kemajuan murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri
g. Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.[20]
Piet A. Sahertian mengutip pendapat Olive bahwa sasaran (domain) supervisi pendidikan adalah:
a. Mengembangkan kurikulum.
b. Meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah.
c. Mengembangkan seluruh staf di sekolah.[21]
Berdasarkan ketiga sasaran tersebut Olive lebih menitik beratkan pada istilah domain dengan melihat objek atau sasaran supervisi pada masa yang akan dating dengan mencakup:
a. Pembinaan kurikulum
b. Perbaikan proses pembelajaran
c. Pengembangan staf
d. Pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru-guru.[22]
Supervisi harus mengawasi seluruh kegiatan di sekolah. Adapun kegiatan itu meliputi; guru, siswa, prasarana, tingkat perkembangan, suasana, pelaku kerja program, koordinasi antar seksi, partisipasi, komunikasi ke dalam dan ke luar, dan ketatalaksanaan.[23]
3. Teknik Supervisi
Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia (guru) dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik supervisi. Secara umum teknik supervisi dibedakan menjadi dua macam. Teknik yang bersifat individual dan teknik yang besifat kelompok, yaitu teknik yang dilakukan untuk melayani lebih dari satu orang.
Teknik yang bersifat individual meliputi:
a. Perkunjungan kelas.
b. Observasi kelas.
c. Percakapan pribadi
d. Intervisitasi (saling mengunjungi antara guru yang satu dengan guru yang lain yang sedang mengajar).
e. Menyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar.
f. Menilai diri sendiri.
4. Pendekatan Supervisi
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Untuk mengarah pada prinsip psikologis, sebelumnya perlu diketahui tentang prinsip supervisi;
a. Prinsip ilmiah (scientific).
b. Prinsip demokratis.
c. Prinsip kerjasama
d. Prinsip kontruktif dan kreatif.[24]
5. Model Supervisi
Ada empat model pengembangan supervisi, yaitu;[25]
a. Model konvensional, model supervisi yang bersifat korektif dan memata-matai (snoopervision) cenderung untuk mengoreksi kesalahan orang lain.
b. Supervisi yang bersifat ilmiah, model ini memiliki cirri; dilaksanakan dengan berencana dan kontinu, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, menggunakan instrument pengumpulan data, ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan riil.
c. Supervisi klinis, adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar. Dalam pengertian lain supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkahlaku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
d. Supervisi artistik, mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), mengajar itu juga suatu kiat (art). Oleh karenanya supervisi menyangkut tiga relasi kerja; bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Adapun cirri khas model ini adalah memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan daripada banyak berbicara. Oleh karena itu, memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup atau keahlian khusus untuk memahami apa yang dibutuhkan seseorang sesuai dengan harapannya.
6. Tugas Supervisor
Adapun tugas supervisor yaitu sebagai berikut :
a. Merancang, mengarahkan dan mengkoordinasi semua aktifitas agar sekolah berjalan ddengan baik menuju tercapainya tujuan
b. Membimbing para guru menunaikan tugasnya dengan penuh semangat dan kegembiraan
c. Membimbing para murid untuk belajar rajin tertib dan giat
d. Menjaga suasana baik dalam sekolahan, antara guru-guru, murid, pegawai sehingga tercapai suasana kekeluargaan
e. Melaksanakan hubungan baik kedalam dan keluar
f. Menjaga adanya koordinasi antara seksi dalam organisasi sekolah
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dapat penulis sampaikan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Fungsi pengawasan (controlling) merupakan peristiwa pembandingan antara pelaksanaan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil dapat tercapai.
2. Supervisi pendidikan adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar secara lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. III, 2000.
Good, Carter V. Dictionary of Education, third edition. New York: Mc. Graw Hill Book company, 1973.
Hanafi, Mahmud M. Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1997.
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/04
Kimball, Wiles. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan , terj. Burhanuddin. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Ranupandojo, Heidjrachman. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta: UPP – AMP YKPN, cet. II, 1996.
Rohani, Ahmad. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Sagala, Syaiful. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2007.
Sahertian dan Frans Mataheru. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
Sahertian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Usman, Husaini. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
[1] Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 400.
[2] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. III, 2000), hlm. 101.
[3] Husaini Usman, Manajemen … , hlm. 401.
[4] Fattah, Landasan … , hlm. 101.
[5] http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/04
[6] Ibid.
[7] Usman, Manajemen … , hlm. 401.
[8] Fattah, Landasan …., hlm. 101 - 102
[9] Di antara standar-standar yang telah dikemukakan, standar intangible merupakan standar yang sulit diukur, biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas.
[10] Heidjrachman Ranupandojo, Dasar-dasar Manajemen (Yogyakarta: UPP – AMP YKPN, cet. II, 1996), hlm. 172.
[11] Usman, Manajemen …., hlm. 407.
[12] Mahmud M. Hanafi, Manajemen (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1997), hlm. 456.
[13] Ibid., hlm. 456 – 457.
[14] Ibid.
[15] Fatah, Landasan …, hlm. 106-107.
[16] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 124.
[17] Wiles Kimball, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan , terj. Burhanuddin (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.282.
[18] Ibid., hlm. 283.
[19] Carter V. Good, Dictionary of Education, third edition (New York: Mc. Graw Hill Book company, 1973).
[20] Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 24.
[21] Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 19.
[22] Ibid., hlm. 27.
[23] Ahmad Rohani, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 78.
[24] Sahertian, Konsep Dasar …., hlm. 20.
[25] Ibid., hlm. 34.

Tidak ada komentar: