Sabtu, 11 April 2009

Pengawasan dan Supervisi Pendidikan

PENGAWASAN DAN SUPERVISI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Pengawasan (pengendalian) atau controlling adalah bagian terakhir dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang dikendalikan adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan itu sendiri. Kasus-kasus yang banyak terjadi dalam suatu organisasi adalah akibat masih lemahnya pengendalian sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan.[1]
Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini jarang terjadi. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai.[2] Pengawasan sebagai tugas disebut supervisi pendidikan. Sebagai pemahaman lanjut dari istilah tersebut, makalah ini mencoba memaparkan hal-hal terkait dengan pengawasan dan supervisi pendidikan.
PEMBAHASAN
A. Pengawasan
1. Pengertian Pengawasan
Pengawasan ialah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. [3]
Menurut Murdick sebagaimana dikutip oleh Nanang dikatakan bahwa pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdiri dari tiga tahap; pertama, menetapkan standar pelaksanaan; kedua, pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan ketiga, menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.[4]
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan. Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.[5]
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya. Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan: pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.[6]
Pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dan keterbukaan. Pengawasan pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan atau penyimpangan antara pelaksanaan dengan perencanaannya. Dalam makna ini pengawasan juga berarti mengarahkan atau mengoordinasi antar kegiatan agar pemborosan sumber daya dapat dihindari.[7]
2. Standar Pengawasan
Dari pengertian tentang pengawasan di atas, proses pengawasan terdiri atas tiga tahap:[8]
a. Menetapkan standar-standar pelaksanaan pekerjaan
Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang terdapat dalam suatu suatu organisasi. Standar adalah kriteria-kriteria untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard of performance) ialah suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi pelaksanaan yang terjadi apabila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.
Umumnya standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktivitas menyangkut kriteria; ongkos, waktu, kuantitas dan kualitas. Dengan mengadaptasi karya Koonts dan O. Donnel, Murdick mengemukakan lima ukuran kritis sebagai standar: fisik, ongkos, program, pendapatan, dan standar yang tak dapat diraba (intangible)[9].
b. Pengukuran hasil/pelaksanaan pekerjaan
Tahap kedua dari proses pengawasan adalah pengukuran hasil/pelaksanaan. Metode dan koreksinya dapat dilihat/dijelaskan klasifikasi fungsi-fungsi manajemen: (a) perencanaan: garis umpan balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali rencana mengubahtujuan atau mengubah standar, (b) pengorganisasian: memeriksa apakah struktur organisasi yang ada itu cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan apakah diperlukan penataan kembali orang-orang, (c) penataan staff: memperbaiki sistem seleksi, memperbaiki sistem latihan, dan menata kembali tugas-tugas, (d) pengarahan: mengembangkan kepemimpinan yang lebih baik, menngkatkan motivasi, menjelaskan pekerjaan yang sukses, penyadaran akan tujuan yang secara keseluruhan apakah kerjasama antara pimpinan dan anak buah berada dalam standar.
c. Mengoreksi Penyimpangan
Tindakan koreksi terhadap penyimpangan dapat dilaksanakan dengan cara meninjau kembali rencana (rolling plan), memodifikasi tujuan, merubah fungsi organisasi, mengklasifikasikan tugas, menambah staff atau memensiunkan karyawan.[10]
3. Lingkup Pengawasan
Pengawasan meliputi; (a) pemantauan, (b) penilaian, (c) pelaporan. Pemantauan dan penilaian di lingkungan pendidikan sering disebut Monev, yaitu singkatan dari Monitoring dan Evaluasi.[11]
4. Metode Pengawasan
Metode-metode pengawasan bisa dikelompokkan ke dalam dua bagian; pengawasan non-kuantitatif dan pengawasan kuantitatif.[12]
a. Pengawasan Non-kuantitatif
Pengawasan non-kuantitatif tidak melibatkan angka-angka dan dapat digunakan untuk mengawasi prestasi organisasi secara keseluruhan. Teknik-teknik yang sering digunakan adalah:
1) Pengamatan (pengendalian dengan observasi). Pengamatan ditujukan untuk mengendalikan kegiatan atau produk yang dapat diobservasi.
2) Inspeksi teratur dan langsung. Inspeksi teratur dilakukan secara periodic dengan mengamati kegiatan atau produk yang dapat diobservasi.
3) Laporan lisan dan tertulis. Laporan lisan dan tertulis dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat disertai dengan feed-back dari bawahan dengan relatif lebih cepat.
4) Evaluasi pelaksanaan.
5) Diskusi antara manajer dengan bawahan tentang pelaksanaan suatu kegiatan. Cara ini dapat menjadi alat pengendalian karena masalah yang mungkin ada dapat didiagnosis dan dipecahkan bersama.
6) Management by Exception (MBE). Dilakukan dengan memperhatikan perbedaan yang signifikan antara rencana dan realisasi. Teknik tersebut didasarkan pada prinsip pengecualian. Prinsip tersebut mengatakan bahwa bawahan mengerjakan semua kegiatan rutin, sementara manajer hanya mengerjakan kegiatan tidak rutin.[13]
b. Pengawasan Kuantitatif
Pengawasan kuantitatif melibatkan angka-angka untuk menilai suatu prestasi. Beberapa teknik yang dapat dipakai dalam pengawasan kuantitatif adalah:
1) Anggaran
2) Audit
3) Analisis break-even
4) Analisis rasio
5) Beberapa bagan dan teknik perencanaan seperti bagan Gant (Gant Chart), PERT (Program evaluation and Review Technique), dan CPM (Critical Path Method).[14]
5. Pengawasan yang Efektif
Beberapa kondisi kondisi yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pengawasan yang efektif:
a) Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan.
b) Standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan.
c) Pengawasan disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
d) Banyaknya pengawasan harus dibatasi.
e) Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel, artinya system pengawasan menunjukkan kapan, dan di mana tindakan korektif harus diambil.
f) Pengawasan mengacu pada tindakan perbaikan.
g) Pengawasan mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu; menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mencegah timbulnya masalah yang serupa.[15]



B. Supervisi Pendidikan
1. Pengertian
Supervisi adalah pekerjaan memberi bantuan.[16] Sedangkan ketika kata supervisi melekat pada kata pendidikan, makna yang yang dimilikinyapun sempit. Kimbal Wiles mengatakan bahwa supervisi adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar secara lebih baik.[17] Selanjutnya dalam buku yang sama ia memandang supervisi meliputi segenap aktivitas yang dirancang untuk mengembangkan pengajaran pada semua tingkatan organisasi sekolah.
Menurut Ben N. Haris dalam bukunya “Supervisory Behavior in Education”, memberikan batasan supervisi pendidikan sebagai berikut: What school personnel do with adults and things to maintain or change the school operation in ways that directly influence the teaching processes employed to promote pupil learning. Supervision is highly instruction related but not highly pupil related. Supervision is a major function of the school operation not a task or a specific job or a set of techniques. Supervision of instruction is directed to word both maintaining and improving – learning processes of the school.[18]

Secara sederhana diterjemahkan oleh Burhanuddin: Apa yang dilakukan oleh personil tertentu (di sekolah) yang ada hubungannya dengan orang-orang dewasa dan benda-benda untuk memelihara atau mengubah cara kerja sekolah yang punya pengaruh langsung terhadap proses pengajaran, yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Supervisi lebih banyak berkaitan dengan aspek pengajaran, dan tidak begitu erat hubungannya dengan siswa. Supervisi merupakan salah satu pokok sekolah, bukan tugas atau pekerjaan yang spesifik, dan bukan pula sebagai perangkat teknik-teknik. Supervisi pengajaran diarahkan untuk memelihara dan mengembangkan proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam Dictionary of Education, Carter V. Good memberikan batasan supervisi pendidikan adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam upaya memfair guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, seleksi, pertumbuhan jabatan, pengembangan guru-guru dan memperbaiki tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, metode dan evaluasi pengajaran.[19]
Menurut hemat penulis, supervisi adalah prosedur memberi pengarahan atau petunjuk dan mengadakan penilaian terhadap proses pengajaran. Oleh karena itu, perlu digarisbawahi adanya beberapa pokok pikiran tentang supervisi pendidikan, yakni: bahwa supervisi pendidikan pada hakekatnya merupakan segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pengajaran. Melalui kegiatan supervisi, segala faktor yang berpengaruh terhadap proses pengajaran dianalisis, dinilai dan ditentukan jalan pemecahannya sehingga proses belajar mengajar di sekolah/madrasah dapat berjaalan sesuai dengan yang diharapkan.
Istilah supervisi sebelum tahun 70an dikenal dengan istilah inspeksi. Dalam pelaksanaannya istilah “inspeksi” menggambarkan kegiatan seorang inspektur yang mengadakan pengawasan dengan tujuan untuk menentukan apakah instruksi yang ditetapkan sudah dilaksanakan. Bagi yang belum melaksanakan instruksi diberikan hukuman atau sanksi.
Lain halnya dengan istilah supervisi yang mengandung pengertian lebih demokratis. Dalam pelaksanaannya tidak hanya menemukan kesalahan-kesalahan bawahan saja, tetapi lebih diarahkan kepada kegiatan perbaikan dan pembinaan segenap aspek pendidikan. Di sekolah supervisor berusaha meneliti, menilai, memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik.
2. Tujuan dan Sasaran Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan memuat dua tujuan yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum supervisi pendidikan adalah untuk membantu mengembangkan situasi belajar mengajar ke arah yang lebih baik.
Secara khusus atau lebih konkret supervisi memiliki tujuan di antaranya:
a. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
b. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar.
c. Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
d. Membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern.
e. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid.
f. Membantu guru dalam hal menilai kemajuan murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri
g. Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolah.[20]
Piet A. Sahertian mengutip pendapat Olive bahwa sasaran (domain) supervisi pendidikan adalah:
a. Mengembangkan kurikulum.
b. Meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah.
c. Mengembangkan seluruh staf di sekolah.[21]
Berdasarkan ketiga sasaran tersebut Olive lebih menitik beratkan pada istilah domain dengan melihat objek atau sasaran supervisi pada masa yang akan dating dengan mencakup:
a. Pembinaan kurikulum
b. Perbaikan proses pembelajaran
c. Pengembangan staf
d. Pemeliharaan dan perawatan moral serta semangat kerja guru-guru.[22]
Supervisi harus mengawasi seluruh kegiatan di sekolah. Adapun kegiatan itu meliputi; guru, siswa, prasarana, tingkat perkembangan, suasana, pelaku kerja program, koordinasi antar seksi, partisipasi, komunikasi ke dalam dan ke luar, dan ketatalaksanaan.[23]
3. Teknik Supervisi
Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya manusia (guru) dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik supervisi. Secara umum teknik supervisi dibedakan menjadi dua macam. Teknik yang bersifat individual dan teknik yang besifat kelompok, yaitu teknik yang dilakukan untuk melayani lebih dari satu orang.
Teknik yang bersifat individual meliputi:
a. Perkunjungan kelas.
b. Observasi kelas.
c. Percakapan pribadi
d. Intervisitasi (saling mengunjungi antara guru yang satu dengan guru yang lain yang sedang mengajar).
e. Menyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar.
f. Menilai diri sendiri.
4. Pendekatan Supervisi
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis. Untuk mengarah pada prinsip psikologis, sebelumnya perlu diketahui tentang prinsip supervisi;
a. Prinsip ilmiah (scientific).
b. Prinsip demokratis.
c. Prinsip kerjasama
d. Prinsip kontruktif dan kreatif.[24]
5. Model Supervisi
Ada empat model pengembangan supervisi, yaitu;[25]
a. Model konvensional, model supervisi yang bersifat korektif dan memata-matai (snoopervision) cenderung untuk mengoreksi kesalahan orang lain.
b. Supervisi yang bersifat ilmiah, model ini memiliki cirri; dilaksanakan dengan berencana dan kontinu, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, menggunakan instrument pengumpulan data, ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan riil.
c. Supervisi klinis, adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar. Dalam pengertian lain supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkahlaku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
d. Supervisi artistik, mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), mengajar itu juga suatu kiat (art). Oleh karenanya supervisi menyangkut tiga relasi kerja; bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Adapun cirri khas model ini adalah memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan daripada banyak berbicara. Oleh karena itu, memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup atau keahlian khusus untuk memahami apa yang dibutuhkan seseorang sesuai dengan harapannya.
6. Tugas Supervisor
Adapun tugas supervisor yaitu sebagai berikut :
a. Merancang, mengarahkan dan mengkoordinasi semua aktifitas agar sekolah berjalan ddengan baik menuju tercapainya tujuan
b. Membimbing para guru menunaikan tugasnya dengan penuh semangat dan kegembiraan
c. Membimbing para murid untuk belajar rajin tertib dan giat
d. Menjaga suasana baik dalam sekolahan, antara guru-guru, murid, pegawai sehingga tercapai suasana kekeluargaan
e. Melaksanakan hubungan baik kedalam dan keluar
f. Menjaga adanya koordinasi antara seksi dalam organisasi sekolah
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dapat penulis sampaikan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Fungsi pengawasan (controlling) merupakan peristiwa pembandingan antara pelaksanaan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil dapat tercapai.
2. Supervisi pendidikan adalah bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar secara lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. III, 2000.
Good, Carter V. Dictionary of Education, third edition. New York: Mc. Graw Hill Book company, 1973.
Hanafi, Mahmud M. Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1997.
http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/04
Kimball, Wiles. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan , terj. Burhanuddin. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Ranupandojo, Heidjrachman. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta: UPP – AMP YKPN, cet. II, 1996.
Rohani, Ahmad. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Sagala, Syaiful. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2007.
Sahertian dan Frans Mataheru. Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
Sahertian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Usman, Husaini. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
[1] Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 400.
[2] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. III, 2000), hlm. 101.
[3] Husaini Usman, Manajemen … , hlm. 401.
[4] Fattah, Landasan … , hlm. 101.
[5] http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/04
[6] Ibid.
[7] Usman, Manajemen … , hlm. 401.
[8] Fattah, Landasan …., hlm. 101 - 102
[9] Di antara standar-standar yang telah dikemukakan, standar intangible merupakan standar yang sulit diukur, biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas.
[10] Heidjrachman Ranupandojo, Dasar-dasar Manajemen (Yogyakarta: UPP – AMP YKPN, cet. II, 1996), hlm. 172.
[11] Usman, Manajemen …., hlm. 407.
[12] Mahmud M. Hanafi, Manajemen (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1997), hlm. 456.
[13] Ibid., hlm. 456 – 457.
[14] Ibid.
[15] Fatah, Landasan …, hlm. 106-107.
[16] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 124.
[17] Wiles Kimball, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan , terj. Burhanuddin (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.282.
[18] Ibid., hlm. 283.
[19] Carter V. Good, Dictionary of Education, third edition (New York: Mc. Graw Hill Book company, 1973).
[20] Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 24.
[21] Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 19.
[22] Ibid., hlm. 27.
[23] Ahmad Rohani, Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 78.
[24] Sahertian, Konsep Dasar …., hlm. 20.
[25] Ibid., hlm. 34.

Senin, 30 Juni 2008

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMAD `ATHIYAH AL-ABRASYI
oleh: Mukarom Faisal Rosidin


I. PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa pada jaman kejayaan Islam negara Mesir dikenal sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di samping Baghdad, Damascus, Cordova dan lain-lain. Tetapi kemudian ketika dunia Islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut merasakannya lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut dijajah Perancis dan Inggris. Akibatnya Mesir juga mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Kondisi pahit inilah yang melatarbelakangi Muhammad `Athiyah al-Abrasyi mencoba menggali kembali nilai-nilai dan unsur pembaharuan yang terpendam dalam hazanah perkembangan pendidikan Islam pada masa jayanya, dan ditelusurinya pula ruh dan semangat pendidikan modern. Ia mencoba mencari titik persamaan dasar-dasar pendidikan Islam dan pendidikan modern serta ciri khas pendidikan Islam.. Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk membahas tentang biografi, latar belakang pemikiran dan pemikiran pendidikan Islamnya.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi dan Latar Belakang Pemikiran Muhammad `Athiyah al-Abrasyi
Muhammad `Athiyah al-Abrasyi[1] adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. al-Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954 -1970 M. Ia adalah seorang sarjana yang lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam, sekaligus sebagai guru besar pada Darul Ulum Cairo University, Cairo. Sebagai guru besar ia secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam dari jaman ke jaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern.[2]
Sesuai dengan keahliannya ia telah menjelaskan tentang posisi Islam mengenai ilmu, pendidikan dan pengajaran berdasarkan al-Qur`an dan al-Hadis, serta menjelaskan pula tentang fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga, perpustakaan, seminar dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam dari jaman keemasannya sampai pada kita sekarang ini.[3]
Di samping itu, di antara prinsip-prinsip pemikiran pendidikan Islam yang dapat dijadikan pedoman bagi lembaga-lembaga pendidikan yakni:
· Mengajarkan berpikir bebas dan mandiri dalam belajar.
· Mandiri dan demokratis dalam mengajar.
· Sistem belajar individual.
· Memperhatikan perbedaan bakat dan kemampuan anak didik dalam proses belajar mengajar.
· Memperhatikan potensi dasar dari setiap anak didik
· Ujian atau tes kecakapan anak didik.
· Berbicara (menyampaikan dan menjelaskan pelajaran) sesuai dengan kadar kemampuan daya tangkap akal pikiran anak didik.
· Memperhatikan anak didik dengan baik dan penuh kasih sasyang.
· Memperhatikan pendidikan akhlak
· Mendorong diadakannya study tour.
· Latihan berpidato, berdebat, kelancaran dan kefasihan berbicara.
· Memperbanyak perpustakaan dan melengkapinya dengan buku-buku penting dan referensi.
· Mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
· Mengadakan kajian, penelitian, pendidikan dan pengajaran (anjuran menuntut ilmu) sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.[4]
Konsep tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi sistem pendidikan (khususnya tentang penulisan literatur-literatur pendidikan Islam) yang menurut `Athiyah kurang mendapat perhatian baik dari kalangan sejarawan, sastrawan, ahli fiqih maupun filsuf-filsuf muslim pada abad pertengahan. Padahal mereka banyak menulis, memberikan analisis dengan sangat baik tentang peradaban Islam, peristiwa, kemenangan dalam peperangan, masalah-masalah keagamaan, politik, ekonomi dan sosial menurut Islam.[5]
Kondisi yang demikian itu menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap pengadaan buku-buku literatur pendidikan Islam. Dari buku-buku lama yang tertulis dalam bahasa Arab mengenai kesusastraan, sejarah dan politik, ternyata yang menyangkut masalah pendidikan secara langsung atau tidak hanya sedikit sekali.
Layak diketahui pula, bahwa M. `Athiyah al-Abrasyi sebagai seorang ulama, cendekiawan yang telah mendalami agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan paedagog, penulis yang produktif, dan juga seorang guru besar. Latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilaluinya merupakan modal dasar baginya untuk ikut berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia Islam mengingat masyarakat yang dihadapinya sedang bangkit dan berkembang ke arah kemajuan.
B. Beberapa Pemikiran tentang Aspek-aspek Pendidikan Islam dalam Perspektif Muhammad `Athiyah al-Abrasyi
Pendapat M. `Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan Islam banyak dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran serta pendidik muslim sebelumnya, yang ditelusurinya dengan baik terutama pemahaman secara filosois.
Ia cenderung menjadikan Ibnu Sina, Imam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun sebagai nara sumber. Menurutnya pendidikan Islam memang mengutamakan pendidikan akhlak yang merupakan ruhnya, tetapi tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rizki dan tidak pula melupakan pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, ketrampilan tangan, lidah dan kepribadian.[6]
Adapun pemikirannya tentang aspek-aspek pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan Islam
Al-Abrasyi menyimpulkan 5 (lima) azas yang menjadi sasaran dan tujuan pendidikan Islam:
a. Pendidikan Akhlak merupakan ruh pendidikan Islam.
b. Pendidikan Islam memperhatikan kepentingan agama dan kepentingan dunia secara seimbang.
c. Pendidikan Islam mengutamakan segi-segi manfaat.
d. Pendidikan Islam mendidik peserta didik menuntut ilmu semata-mata untuk ilmu.
e. Pendidikan Islam mementingkan pendidikan kejujuran, kesenian dan pertukangan untuk mempersiapkan peserta didik mencari rizki.[7]
Kelima azas tersebut sebagai tujuan pendidikan Islam, mengandung aspek pembinaan mental, aspek spiritual, aspek keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat, aspek manfaat, aspek ilmiah, serta aspek ketrampilan. Dengan kata lain tidak sempit dan tidak terbatas pada aspek akhirat saja.
Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan pendidikan menurut M. `Athiyah al-Abrasyi adalah mempersiapkan manusia yang berkepribadian paripurna secara utuh, jasmaniah-ruhaniah, serta memiliki persiapan yang lengkap menghadapi hidup dan kehidupan. Dengan tegas ia menggarisbawahi tujuan pendidikan secara umum dengan catatan bahwa pendidkan Islam bertujuan lebih jauh dan lebih mendasar yaitu; memperbaiki akhlak, mensucikan rohani, mencapai fadhilah, mencapai akhlak yang mulia, ikhlas, dengan tidak mengabaikan aspek yang lain.
2. Metode Pendidikan Islam
Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa metode pendidikan Islam telah modern sejak semula. Hal ini terlihat dalam beberapa prinsip yang mendasar seperti adanya unsur demokrasi, kebebasan, kemerdekaan, persamaan dalam pendidikan, unsur pengamatan kepada bakat anak, kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan, berkomunikasi dengan anak dengan penuh kasih sayang dan pendidikan seumur hidup.[8] Dia sependapat dengan al-Ghazali, Ibnu Sina, Zarnuji dan Ibnu Khaldun mengenai kaidah-kaidah dasar dalam pendidikan Islam di antaranya:
a. Tidak ada pembatasan usia anak mulai belajar.
b. Memberi kebebasan kepada peserta didik memilih disiplin ilmu yang disukai sesuai bakatnya.
c. Cara mengajar anak yang belum baligh berbeda dengan metode mengajar anak yang sudah baligh, pelajaran dimulai dari yang paling mudah.
d. Supaya pendidik tidak mengajarkan kepada anak didik dua disiplin ilmu yang berbeda dalam satu waktu atau pada waktu yang sama, sebaiknya masing-masing ilmu diajarkan secara khusus dalam waktu tertentu, diberikan oleh pendidik yang menguasai ilmu itu sehingga peserta didik benar-benar mamahaminya.
e. Ketika memperhatikan dan mengindahkan pada waktu menunjukkan contoh dan alat peraga kepada anak sebaiknya dengan sesuatu yang mudah ditangkap pancaindera dan perasaan mereka dan berangsur-angsur dapat dicerna akal mereka.[9]
Al-Abrasyi berpendapat bahwa masing-masing mata pelajaran mempunyai metode tersendiri dalam penyampaiannya. Ia berpendapat dalam memberikan pelajaran kepada anak-anak sebaiknya digunakan metode induktif, sedangkan untuk remaja digunakan metode deduktif. Diapun menyetujui lima langkah yang diterapkan para pendidik dalam memberikan pelajaran dimulai dengan pendahuluan, berikut materi pelajaran, kemudian hubungan pelajaran baru dengan pelajaran yang sudah diketahui, lalu hasil yang didapat dan akhirnya latihan atau praktik.
3. Materi Pendidikan Islam
Kaitannya dengan materi pendidikan Islam, al-Abrasyi membagi menjadi dua materi:
a. Materi untuk tingkat dasar (pendidikan dasar) meliputi; materi al-Qur`an, sendi-sendi agama, membaca, menulis, berhitung, bahasa, etika, cerita, ketrampilan.
b. Materi untuk tingkat tinggi (pendidikan tinggi) meliputi; agama dan sastra, ilmu eksakta dan sastra.[10]
Dari uraian tentang materi pendidikan Islam tingkat tinggi di atas, al-Abrasyi memberikan kesimpulan sebagai berikut.
a. Perhatian kaum muslimin terhadap studi keagamaan sangat besar dibanding kan dengan bidang studi lainnya.
b. Menurut pendapat al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ihwanus Shafa, kesempurnaan manusia (insan) ini tidak akan terwujud kecuali dengan penyerasian antara ilmu agama dan ilmu-ilmu eksakta.
c. Kecenderungan kepada pelajaran-pelajaran sastra, ilmu keagamaan, dan kemanusiaan, lebih besar terhadap ilmu-ilmu eksakta.
d. Kurikulum atau rencana pelajaran ilmu-ilmu eksakta dan sastra pada tingkat tinggi, lebih bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan bersifat humanitas.[11]
4. Guru dan Murid
Al-Abrasyi menyebut guru adalah sebagai spiritual father atau bapak rohani dari seorang murid, dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Karenanya ada beberapa sifat dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang guru diantaranya ialah zuhud tidak mengutamakan materi dan semata-mata mencari keridhaan Allah, bersih dan suci lahir batin, ikhlas, penyantun, dikagumi dan disenangi murid, bersifat kebapakan, mengetahui perkembangan murid, kecenderungan, bakat, kemauannya dan menguasai pelajaran.[12]
Selanjutnya tentang konsep murid dalam Islam, al-Abrasyi menegaskan bahwa murid-murid dalam menuntut ilmu pengetahuan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu pula seperti membersihkan hatinya dari sifat-sifat tercela, bertekad dan berniat belajar untuk mencapai keutamaan dan kemuliaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk mencapai kemegahan dan keriaan, rela meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan keluarga dan melakukan perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan, menekuni suatu ilmu sampai selesai, menghormati dan memuliakan guru, tidak menyulitkan guru, menghabiskan waktu siang maupun malam untuk menuntut ilmu, dan terus belajar sampai akhir hayat.[13]
5. Lingkungan
Sebagaimana diketahui bahwa keluarga, sekolah dan ligkungan besar pengaruhnya terhadap pembinaan dan pembentukan akhlak, tingkah laku dan kepribadian seseorang. Apabila anak didik menikmati suasana yang baik di rumah, mendapat bimbingan yang benar di sekolah, dan didukung oleh terlaksananya nilai-nilai pendidikan dalam masyarakat maka menurut al-Abrasyi akan menelurkan anak didik yang baik. Sebaliknya, dia menegaskan keadaan anak yang tidak harmonis dalam keluarga, tidak berlangsung pendidikan yang baik di sekolah dan lebih-lebih lagi diperburuk pula oleh suasana lingkungan yang merusak nilai-nilai pendidikan maka akan membuahkan anak didik yang tidak baik.[14]
Selanjutnya dia menyatakan bahwa di dalam lingkungan yang bebas dan terbuka kesempatan mengeluarkan pendapat dan pikiran dibandingkan dengan lingkungan yang terbelenggu, tertutup dan terkekang kebebasan mengeluarkan pendapat dan pikiran bagi warga masyarakatnya akan berbeda dengan perbedaan yang besar dan mencolok terhadap dunia pendidikan.[15]
C. Azas-azas Pokok Tujuan Pendidikan Islam al-Abrasyi
Lima azas pokok tujuan pendidkan Islam menurut al-Abrasyi, sebagaimana telah penulis paparkan di atas, mengandung aspek pembinaan mental, aspek spiritual, aspek keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat, aspek manfaat, aspek ilmiah, serta aspek ketrampilan. Dengan kata lain tidak sempit dan tidak terbatas pada aspek akhirat saja.
Para pemikir dan pendidik muslim merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan redaksi yang berbeda akan tetapi secara substansial saling menguatkan dan melengkapi. Ibnu Khaldun merinci tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu adalah untuk memperkuat potensi iman, mempertinggi akhlak, memberi persiapan hidup bermasyarakaat, menumbuhkan jiwa sosial, memberi perbekalan hidup, mempertajam akal, mengembangkan ketrampilan dan memupuk rasa.[16]
Sedangkan Muhammad Quthb menyederhanakan tujuan pendidikan Islam sebagai upaya untuk membentuk dan membina manusia sejati sebagaimana di gambarkan oleh al-Qur’an.[17]
Sejalan dengan pendapat di atas, Zakiah Daradjat menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, berakhlak terpuji. Bahkan seluruh gerak dalam hidup setiap muslim, mulai dari perkataan, perbuatan dan tindakan apapun yang dilakukannya dengan niat mencapai ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian identitas muslim akan tampak dalam semua aspek kehidupannya.[18]
Pendapat tersebut sejalan dan dikuatkan oleh hasil konverensi internasional di Mekah pada 1977 yang dihadiri 300 sarjana muslim, dengan memberikan rekomendasi bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim sejati, mewujudkan manusia yang baik, berbudi luhur, dan mau menyembah Allah dalam pengertian yang benar.[19]
Di sini peranan pendidikan Islam sangat besar dalam membangun struktur kehidupan duniawi sebagai jembatan untuk mengamalkan syari’at Islam demi terpeliharanya iman, serta untuk mencapai kebahagiaan kehidupan akhirat. Bukankah tujuan pertama dan utama Tuhan menciptakan manusia supaya menyembah dan mengabdi kepada-Nya saja. Sampai manusia berikrar bahwa shalatnya, ibadahnya, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.[20]
III. Simpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Muhammad `Athiyah al-Abrasyi adalah seorang cendekiawan, tokoh pendidikan, ulama dan seorang guru besar yang hidup pada abad XX di Mesir. Pemikirannya tentang pendidikan Islam banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Sina, Imam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun.
2. Menurutnya pendidikan Islam memang mengutamakan pendidikan akhlak yang merupakan ruhnya, tetapi tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rizki dan tidak pula melupakan pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, ketrampilan tangan, lidah dan kepribadian.
End-notes:
[1] Biografi Muhammad `Athiyah al-Abrasyi secara lengkap tidak penulis temukan di buku-buku yang memuat biografi para tokoh, sehingga biografi tentangnya sangat terbatas.
[2] M. `Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. ix.
[3] Ibid., hlm. x.
[4] Muhammad `Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah fi al-Islam (Kairo: al-Majlisu al-A`la li al-Suuni al-Islamiyah, 1380 H/1961 M), hlm. 6.
[5] Ibid., hlm. 7.
[6] Al-Abrasyi, Dasar-dasar…hlm. 25.
[7] Ibid., hlm. 22.
[8] Ibid., hlm. 3-4.
[9] Ibid., hlm. 187 – 195.
[10] M. Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Ruh al-Islam), terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk., (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hlm. 149.
[11] Ibid.
[12] Ibid., hlm.120 – 121.
[13] Ibid., hlm.142 – 144.
[14] Ibid., hlm. 80 – 81.
[15] Ibid., hlm. 26 – 29.
[16] Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Mesir: Matbah Mustafa Muhammad, t.th.), hlm. 557.
[17] Muhammad Quthb, Minhaju al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir: Dar al-Qalam, t.th), hlm. 19.
[18] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hlm. 40.
[19] Mazzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988), hlm. 9.
[20] Lihat Q. S. al-A`raf: 172, al-Dzariyat: 56, al-Ana`am: 162, al-Baqarah: 21.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, M. `Athiyah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry . Jakarta: Bulan Bintang, 1970.-----------. Al-Tarbiyah fi al-Islam. Kairo: al-Majlisu al-A`la li al-Suuni al-Islamiyah, 1380 H/1961 M.-----------. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Ruh al-Islam). Terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.Arifin, Mazzayin. Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988.Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.Khaldun, Ibnu. Muqaddimah. Mesir: Matbah Mustafa Muhammad, t.th.. Quthb, Muhammad. Minhaju al-Tarbiyah al-Islamiyah. Mesir: Dar al-Qalam, t.th.