Senin, 30 Juni 2008

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMAD `ATHIYAH AL-ABRASYI
oleh: Mukarom Faisal Rosidin


I. PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa pada jaman kejayaan Islam negara Mesir dikenal sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di samping Baghdad, Damascus, Cordova dan lain-lain. Tetapi kemudian ketika dunia Islam mengalami kemunduran, Mesirpun turut merasakannya lebih-lebih setelah negeri ini berturut-turut dijajah Perancis dan Inggris. Akibatnya Mesir juga mengalami kemunduran di bidang pemikiran pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Kondisi pahit inilah yang melatarbelakangi Muhammad `Athiyah al-Abrasyi mencoba menggali kembali nilai-nilai dan unsur pembaharuan yang terpendam dalam hazanah perkembangan pendidikan Islam pada masa jayanya, dan ditelusurinya pula ruh dan semangat pendidikan modern. Ia mencoba mencari titik persamaan dasar-dasar pendidikan Islam dan pendidikan modern serta ciri khas pendidikan Islam.. Oleh karena itu, pemakalah tertarik untuk membahas tentang biografi, latar belakang pemikiran dan pemikiran pendidikan Islamnya.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi dan Latar Belakang Pemikiran Muhammad `Athiyah al-Abrasyi
Muhammad `Athiyah al-Abrasyi[1] adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. al-Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954 -1970 M. Ia adalah seorang sarjana yang lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam, sekaligus sebagai guru besar pada Darul Ulum Cairo University, Cairo. Sebagai guru besar ia secara sistematis telah menguraikan pendidikan Islam dari jaman ke jaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern.[2]
Sesuai dengan keahliannya ia telah menjelaskan tentang posisi Islam mengenai ilmu, pendidikan dan pengajaran berdasarkan al-Qur`an dan al-Hadis, serta menjelaskan pula tentang fungsi masjid, institut, lembaga-lembaga, perpustakaan, seminar dan gedung-gedung pertemuan dalam dunia pendidikan Islam dari jaman keemasannya sampai pada kita sekarang ini.[3]
Di samping itu, di antara prinsip-prinsip pemikiran pendidikan Islam yang dapat dijadikan pedoman bagi lembaga-lembaga pendidikan yakni:
· Mengajarkan berpikir bebas dan mandiri dalam belajar.
· Mandiri dan demokratis dalam mengajar.
· Sistem belajar individual.
· Memperhatikan perbedaan bakat dan kemampuan anak didik dalam proses belajar mengajar.
· Memperhatikan potensi dasar dari setiap anak didik
· Ujian atau tes kecakapan anak didik.
· Berbicara (menyampaikan dan menjelaskan pelajaran) sesuai dengan kadar kemampuan daya tangkap akal pikiran anak didik.
· Memperhatikan anak didik dengan baik dan penuh kasih sasyang.
· Memperhatikan pendidikan akhlak
· Mendorong diadakannya study tour.
· Latihan berpidato, berdebat, kelancaran dan kefasihan berbicara.
· Memperbanyak perpustakaan dan melengkapinya dengan buku-buku penting dan referensi.
· Mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan buku-buku perpustakaan.
· Mengadakan kajian, penelitian, pendidikan dan pengajaran (anjuran menuntut ilmu) sejak dari ayunan sampai ke liang lahat.[4]
Konsep tentang prinsip-prinsip pendidikan Islam tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi sistem pendidikan (khususnya tentang penulisan literatur-literatur pendidikan Islam) yang menurut `Athiyah kurang mendapat perhatian baik dari kalangan sejarawan, sastrawan, ahli fiqih maupun filsuf-filsuf muslim pada abad pertengahan. Padahal mereka banyak menulis, memberikan analisis dengan sangat baik tentang peradaban Islam, peristiwa, kemenangan dalam peperangan, masalah-masalah keagamaan, politik, ekonomi dan sosial menurut Islam.[5]
Kondisi yang demikian itu menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap pengadaan buku-buku literatur pendidikan Islam. Dari buku-buku lama yang tertulis dalam bahasa Arab mengenai kesusastraan, sejarah dan politik, ternyata yang menyangkut masalah pendidikan secara langsung atau tidak hanya sedikit sekali.
Layak diketahui pula, bahwa M. `Athiyah al-Abrasyi sebagai seorang ulama, cendekiawan yang telah mendalami agama Islam dengan baik, menguasai beberapa bahasa asing, seorang psikolog dan paedagog, penulis yang produktif, dan juga seorang guru besar. Latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilaluinya merupakan modal dasar baginya untuk ikut berkiprah sebagai salah seorang di antara pembaharu di Mesir dan dunia Islam mengingat masyarakat yang dihadapinya sedang bangkit dan berkembang ke arah kemajuan.
B. Beberapa Pemikiran tentang Aspek-aspek Pendidikan Islam dalam Perspektif Muhammad `Athiyah al-Abrasyi
Pendapat M. `Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan Islam banyak dipengaruhi oleh dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran serta pendidik muslim sebelumnya, yang ditelusurinya dengan baik terutama pemahaman secara filosois.
Ia cenderung menjadikan Ibnu Sina, Imam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun sebagai nara sumber. Menurutnya pendidikan Islam memang mengutamakan pendidikan akhlak yang merupakan ruhnya, tetapi tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rizki dan tidak pula melupakan pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, ketrampilan tangan, lidah dan kepribadian.[6]
Adapun pemikirannya tentang aspek-aspek pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan Islam
Al-Abrasyi menyimpulkan 5 (lima) azas yang menjadi sasaran dan tujuan pendidikan Islam:
a. Pendidikan Akhlak merupakan ruh pendidikan Islam.
b. Pendidikan Islam memperhatikan kepentingan agama dan kepentingan dunia secara seimbang.
c. Pendidikan Islam mengutamakan segi-segi manfaat.
d. Pendidikan Islam mendidik peserta didik menuntut ilmu semata-mata untuk ilmu.
e. Pendidikan Islam mementingkan pendidikan kejujuran, kesenian dan pertukangan untuk mempersiapkan peserta didik mencari rizki.[7]
Kelima azas tersebut sebagai tujuan pendidikan Islam, mengandung aspek pembinaan mental, aspek spiritual, aspek keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat, aspek manfaat, aspek ilmiah, serta aspek ketrampilan. Dengan kata lain tidak sempit dan tidak terbatas pada aspek akhirat saja.
Dengan demikian maka jelas bahwa tujuan pendidikan menurut M. `Athiyah al-Abrasyi adalah mempersiapkan manusia yang berkepribadian paripurna secara utuh, jasmaniah-ruhaniah, serta memiliki persiapan yang lengkap menghadapi hidup dan kehidupan. Dengan tegas ia menggarisbawahi tujuan pendidikan secara umum dengan catatan bahwa pendidkan Islam bertujuan lebih jauh dan lebih mendasar yaitu; memperbaiki akhlak, mensucikan rohani, mencapai fadhilah, mencapai akhlak yang mulia, ikhlas, dengan tidak mengabaikan aspek yang lain.
2. Metode Pendidikan Islam
Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa metode pendidikan Islam telah modern sejak semula. Hal ini terlihat dalam beberapa prinsip yang mendasar seperti adanya unsur demokrasi, kebebasan, kemerdekaan, persamaan dalam pendidikan, unsur pengamatan kepada bakat anak, kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan, berkomunikasi dengan anak dengan penuh kasih sayang dan pendidikan seumur hidup.[8] Dia sependapat dengan al-Ghazali, Ibnu Sina, Zarnuji dan Ibnu Khaldun mengenai kaidah-kaidah dasar dalam pendidikan Islam di antaranya:
a. Tidak ada pembatasan usia anak mulai belajar.
b. Memberi kebebasan kepada peserta didik memilih disiplin ilmu yang disukai sesuai bakatnya.
c. Cara mengajar anak yang belum baligh berbeda dengan metode mengajar anak yang sudah baligh, pelajaran dimulai dari yang paling mudah.
d. Supaya pendidik tidak mengajarkan kepada anak didik dua disiplin ilmu yang berbeda dalam satu waktu atau pada waktu yang sama, sebaiknya masing-masing ilmu diajarkan secara khusus dalam waktu tertentu, diberikan oleh pendidik yang menguasai ilmu itu sehingga peserta didik benar-benar mamahaminya.
e. Ketika memperhatikan dan mengindahkan pada waktu menunjukkan contoh dan alat peraga kepada anak sebaiknya dengan sesuatu yang mudah ditangkap pancaindera dan perasaan mereka dan berangsur-angsur dapat dicerna akal mereka.[9]
Al-Abrasyi berpendapat bahwa masing-masing mata pelajaran mempunyai metode tersendiri dalam penyampaiannya. Ia berpendapat dalam memberikan pelajaran kepada anak-anak sebaiknya digunakan metode induktif, sedangkan untuk remaja digunakan metode deduktif. Diapun menyetujui lima langkah yang diterapkan para pendidik dalam memberikan pelajaran dimulai dengan pendahuluan, berikut materi pelajaran, kemudian hubungan pelajaran baru dengan pelajaran yang sudah diketahui, lalu hasil yang didapat dan akhirnya latihan atau praktik.
3. Materi Pendidikan Islam
Kaitannya dengan materi pendidikan Islam, al-Abrasyi membagi menjadi dua materi:
a. Materi untuk tingkat dasar (pendidikan dasar) meliputi; materi al-Qur`an, sendi-sendi agama, membaca, menulis, berhitung, bahasa, etika, cerita, ketrampilan.
b. Materi untuk tingkat tinggi (pendidikan tinggi) meliputi; agama dan sastra, ilmu eksakta dan sastra.[10]
Dari uraian tentang materi pendidikan Islam tingkat tinggi di atas, al-Abrasyi memberikan kesimpulan sebagai berikut.
a. Perhatian kaum muslimin terhadap studi keagamaan sangat besar dibanding kan dengan bidang studi lainnya.
b. Menurut pendapat al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ihwanus Shafa, kesempurnaan manusia (insan) ini tidak akan terwujud kecuali dengan penyerasian antara ilmu agama dan ilmu-ilmu eksakta.
c. Kecenderungan kepada pelajaran-pelajaran sastra, ilmu keagamaan, dan kemanusiaan, lebih besar terhadap ilmu-ilmu eksakta.
d. Kurikulum atau rencana pelajaran ilmu-ilmu eksakta dan sastra pada tingkat tinggi, lebih bersifat penggalian terhadap ilmu eksakta dan bersifat humanitas.[11]
4. Guru dan Murid
Al-Abrasyi menyebut guru adalah sebagai spiritual father atau bapak rohani dari seorang murid, dialah yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Karenanya ada beberapa sifat dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang guru diantaranya ialah zuhud tidak mengutamakan materi dan semata-mata mencari keridhaan Allah, bersih dan suci lahir batin, ikhlas, penyantun, dikagumi dan disenangi murid, bersifat kebapakan, mengetahui perkembangan murid, kecenderungan, bakat, kemauannya dan menguasai pelajaran.[12]
Selanjutnya tentang konsep murid dalam Islam, al-Abrasyi menegaskan bahwa murid-murid dalam menuntut ilmu pengetahuan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu pula seperti membersihkan hatinya dari sifat-sifat tercela, bertekad dan berniat belajar untuk mencapai keutamaan dan kemuliaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk mencapai kemegahan dan keriaan, rela meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan keluarga dan melakukan perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan, menekuni suatu ilmu sampai selesai, menghormati dan memuliakan guru, tidak menyulitkan guru, menghabiskan waktu siang maupun malam untuk menuntut ilmu, dan terus belajar sampai akhir hayat.[13]
5. Lingkungan
Sebagaimana diketahui bahwa keluarga, sekolah dan ligkungan besar pengaruhnya terhadap pembinaan dan pembentukan akhlak, tingkah laku dan kepribadian seseorang. Apabila anak didik menikmati suasana yang baik di rumah, mendapat bimbingan yang benar di sekolah, dan didukung oleh terlaksananya nilai-nilai pendidikan dalam masyarakat maka menurut al-Abrasyi akan menelurkan anak didik yang baik. Sebaliknya, dia menegaskan keadaan anak yang tidak harmonis dalam keluarga, tidak berlangsung pendidikan yang baik di sekolah dan lebih-lebih lagi diperburuk pula oleh suasana lingkungan yang merusak nilai-nilai pendidikan maka akan membuahkan anak didik yang tidak baik.[14]
Selanjutnya dia menyatakan bahwa di dalam lingkungan yang bebas dan terbuka kesempatan mengeluarkan pendapat dan pikiran dibandingkan dengan lingkungan yang terbelenggu, tertutup dan terkekang kebebasan mengeluarkan pendapat dan pikiran bagi warga masyarakatnya akan berbeda dengan perbedaan yang besar dan mencolok terhadap dunia pendidikan.[15]
C. Azas-azas Pokok Tujuan Pendidikan Islam al-Abrasyi
Lima azas pokok tujuan pendidkan Islam menurut al-Abrasyi, sebagaimana telah penulis paparkan di atas, mengandung aspek pembinaan mental, aspek spiritual, aspek keseimbangan antara hidup di dunia dan akhirat, aspek manfaat, aspek ilmiah, serta aspek ketrampilan. Dengan kata lain tidak sempit dan tidak terbatas pada aspek akhirat saja.
Para pemikir dan pendidik muslim merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan redaksi yang berbeda akan tetapi secara substansial saling menguatkan dan melengkapi. Ibnu Khaldun merinci tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu adalah untuk memperkuat potensi iman, mempertinggi akhlak, memberi persiapan hidup bermasyarakaat, menumbuhkan jiwa sosial, memberi perbekalan hidup, mempertajam akal, mengembangkan ketrampilan dan memupuk rasa.[16]
Sedangkan Muhammad Quthb menyederhanakan tujuan pendidikan Islam sebagai upaya untuk membentuk dan membina manusia sejati sebagaimana di gambarkan oleh al-Qur’an.[17]
Sejalan dengan pendapat di atas, Zakiah Daradjat menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam ialah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah, berakhlak terpuji. Bahkan seluruh gerak dalam hidup setiap muslim, mulai dari perkataan, perbuatan dan tindakan apapun yang dilakukannya dengan niat mencapai ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian identitas muslim akan tampak dalam semua aspek kehidupannya.[18]
Pendapat tersebut sejalan dan dikuatkan oleh hasil konverensi internasional di Mekah pada 1977 yang dihadiri 300 sarjana muslim, dengan memberikan rekomendasi bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim sejati, mewujudkan manusia yang baik, berbudi luhur, dan mau menyembah Allah dalam pengertian yang benar.[19]
Di sini peranan pendidikan Islam sangat besar dalam membangun struktur kehidupan duniawi sebagai jembatan untuk mengamalkan syari’at Islam demi terpeliharanya iman, serta untuk mencapai kebahagiaan kehidupan akhirat. Bukankah tujuan pertama dan utama Tuhan menciptakan manusia supaya menyembah dan mengabdi kepada-Nya saja. Sampai manusia berikrar bahwa shalatnya, ibadahnya, hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.[20]
III. Simpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Muhammad `Athiyah al-Abrasyi adalah seorang cendekiawan, tokoh pendidikan, ulama dan seorang guru besar yang hidup pada abad XX di Mesir. Pemikirannya tentang pendidikan Islam banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Sina, Imam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun.
2. Menurutnya pendidikan Islam memang mengutamakan pendidikan akhlak yang merupakan ruhnya, tetapi tidak mengabaikan masalah mempersiapkan seseorang untuk hidup, mencari rizki dan tidak pula melupakan pendidikan jasmani, akal, hati, kemauan, cita-cita, ketrampilan tangan, lidah dan kepribadian.
End-notes:
[1] Biografi Muhammad `Athiyah al-Abrasyi secara lengkap tidak penulis temukan di buku-buku yang memuat biografi para tokoh, sehingga biografi tentangnya sangat terbatas.
[2] M. `Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. ix.
[3] Ibid., hlm. x.
[4] Muhammad `Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah fi al-Islam (Kairo: al-Majlisu al-A`la li al-Suuni al-Islamiyah, 1380 H/1961 M), hlm. 6.
[5] Ibid., hlm. 7.
[6] Al-Abrasyi, Dasar-dasar…hlm. 25.
[7] Ibid., hlm. 22.
[8] Ibid., hlm. 3-4.
[9] Ibid., hlm. 187 – 195.
[10] M. Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Ruh al-Islam), terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk., (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hlm. 149.
[11] Ibid.
[12] Ibid., hlm.120 – 121.
[13] Ibid., hlm.142 – 144.
[14] Ibid., hlm. 80 – 81.
[15] Ibid., hlm. 26 – 29.
[16] Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Mesir: Matbah Mustafa Muhammad, t.th.), hlm. 557.
[17] Muhammad Quthb, Minhaju al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir: Dar al-Qalam, t.th), hlm. 19.
[18] Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hlm. 40.
[19] Mazzayin Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988), hlm. 9.
[20] Lihat Q. S. al-A`raf: 172, al-Dzariyat: 56, al-Ana`am: 162, al-Baqarah: 21.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, M. `Athiyah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry . Jakarta: Bulan Bintang, 1970.-----------. Al-Tarbiyah fi al-Islam. Kairo: al-Majlisu al-A`la li al-Suuni al-Islamiyah, 1380 H/1961 M.-----------. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Ruh al-Islam). Terj. Syamsuddin Asyrofi, dkk. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.Arifin, Mazzayin. Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988.Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.Khaldun, Ibnu. Muqaddimah. Mesir: Matbah Mustafa Muhammad, t.th.. Quthb, Muhammad. Minhaju al-Tarbiyah al-Islamiyah. Mesir: Dar al-Qalam, t.th.